Saya setuju dengan pak Deny dan pak Rudy. Awalnya saya terkagum-kagum dengan artikel ini, meskipun ada skeptis juga. Tapi kemudian saya temukan kelemahan-kelemahan dalam analisa yang dilakukan pak Yodhia. Sehingga analisanya mengenai 3 faktor fundamental, bisa diperdebatkan bahkan dimentahkan.
Pertama,perbandingan Industri yang dilakukan pada dasarnya tidak apple to apple. Panasonic,toshiba dan sharp lebih fokus pada home appliance dan electronics. LG dan Samsung juga ada product home appliance. Tapi mereka lebih terkenal untuk gadgetnya. Saya ragu apakah memang di bidang home appliance perusahaan jepang kalah bersaing dengan korea.
Kedua, bagaimana dengan industri otomotif? apakah toyota, honda kalah bersaing dengan Hyundai atau Kia? sepertinya tidak.
Ketiga, apakah memang ada perbedaan budaya antara perusahaan jepang di industri otomotif dengan industri electronic& home appliance? saya rasa tidak.
Berdasarkan analisa di atas maka menurut saya perusahaan jepang mungkin mengalami decline tapi tidak ambruk dan budaya perusahaan tidak ada kaitannya dengan kondisi tersebut.
Saya rasa hal ini bisa menjadi masukan buat bung Yodhia dan Cak Sun untuk lebih komprehensif dalam menganalisa permasalahan. Jangan hanya untuk menonjolkan materi pentingnya budaya perusahaan lantas digunakan analisa yang dianggap mendukung tapi tidak dibangun dengan argumentasi yang kuat.
regards,
Ade Salahudin
--- In HRM-Club@yahoogroups.com, "denny, denny hernadi, hernadi" <dennyhernadi@...> wrote:
>
> Pak Rudy,
>
> Setuju pak. Mereka bukan perusahaan perbankan atau keuangan yang bisa ambruk gara-gara uangnya hilang karena manager investasi nya merugikan perusahaan. Ini perusahaan manufaktur yang usianya bukan 1 - 2 tahun. Fenomena ini mungkin seperti dahulu produk Jepang menguasai pasaran di dunia mengalahkan produk-produk dari Eropa maupun Amerika. Orang sepertinya kaget dan meramalkan produk-produk Amerika dan Eropa itu akan hilang dari pasaran. Ternyata tidak terbukti 100% masih banyak produk Eropa dan Amerika yang masih hidup tanpa harus dijual ke Jepang, China atau Korea. Contoh lain Nokia, banyak yang meramalkan akan mati suri dengan gempuran-gempuran dari Blackberry maupun smartphone China. Sampai sekarang, masih hidup.Â
>
> Mungkin masalahnya lebih dari keuntungan mereka yang tergerus dengan serbuan produk-produk dari China dan Korea, atau pangsa pasarnya jadi kecil karena mereka tidak jadi pemain utama lagi. Atau mereka memang menjual divisi-divisi yang dianggap sudah tidak mampu lagi bertahan, wajar dalam dunia bisnis.Â
>
> Itu pendapat saya. Jadi masih terlalu dini mengatakan bahwa perusahaan-perusahaan besar itu akan mati hanya karena 3 faktor yang dianggap fundamental padahal masih bisa dirubah kecuali untuk budaya nomor 1. Saya pikir budaya nomor 1 bukan malah menghambat, justru malah membuat produk-produk Jepang menjadi legenda.Â
>
> Salam
>
>
> ________________________________
> From: Rudy Harahap <rudy_a@...>
> To: HRM-Club@yahoogroups.com
> Sent: Monday, September 3, 2012 3:31 PM
> Subject: RE: [HRM-Club] Robohnya Sony, Panasonic, Sharp, Toshiba dan Sanyo
>
>
> Â
> Pak Denny,
> Â
> Saya tidak bermaksud mengkritik pendapat
> Bapak. Saya sendiri masih bertanya-tanya juga apa benar perusahaan sekaliber Sony,
> Panasonic, Sharp, Toshiba dan Sanyo, begitu mudahnya ditumbangkan oleh Samsung dan
> LG. Masih kaget membaca artikel ini, kemudian Pak Denny menyampaikan pandangan
> yang berbeda pula. Saya sedikit penasaran saja apakah kenyataan memang
> benar-benar seperti itu? Karena penulis
> juga tidak melampirkan referensi data atas artikel ini.
> Â
> Tapi bagaimanapun ini
> artikel yang sangat menarik untuk dijadikan bahan renungan dan pembelajaran. Mohon
> ijin moderator untuk saya forward!
> Â
> Salam,
> Rudy
> Â
>
> ________________________________
>
> From:HRM-Club@yahoogroups.com [mailto:HRM-Club@yahoogroups.com] On Behalf Of denny, denny hernadi, hernadi
> Sent: Monday, September 03, 2012
> 2:33 PM
> To: HRM-Club@yahoogroups.com
> Subject: Re: [HRM-Club] Robohnya
> Sony, Panasonic, Sharp, Toshiba dan Sanyo
> Â
> Â
> Pak Rudy,
> Â
> Maksudnya pak? Dalam kebenaran suatu
> artikel atau karya ilmiah  pasti masih ada ruang untuk dapat diperdebatkan
> atau didiskusikan. Kalau semua harus sependapat, ilmu-ilmu tidak berkembang.
> Mungkin saya yang melihat dari sisi yang lain. Sah-sah saja bukan? Saya pikir
> bukan masalah usia pimpinan dan gaya
> senioritas yang jadi permasalahan tapi mungkin banyak lagi permasalahan lain
> yang belum diteliti.
> Â
> Mohon maaf jika tidak berkenan. Maklum
> saya bukan pekerja di perusahaan Jepang, saya mungkin sama seperti para orang Indonesia yang
> lain hanya sebagai pengguna dari produk-produk tersebut. Saya pribadi hanya
> merasakan produk-produk elektronik Jepang yang harganya semakin lama semakin
> mahal. Karena saya termasuk pecinta produk elektronik Jepang, walaupun mahal
> masih awet dan harga jual kembalinya masih tinggi. Hehehehe.
> Â
> Salam
> Â
>
> ________________________________
>
> From:Rudy Harahap
> <rudy_a@...>
> To: HRM-Club@yahoogroups.com
> Sent: Monday, September 3, 2012
> 11:39 AM
> Subject: RE: [HRM-Club] Robohnya
> Sony, Panasonic, Sharp, Toshiba dan Sanyo
> Â
> Â
> Kok masih ada yang tidak
> sependapat ya? Artikel ini memang sebuah kebenaran fakta atas dasar data
> referensi yang valid atau hanya penafsiran atau opini yang berbentuk artikel
> ilmiah saja?
> Â
> Salam,
> Rudy
> Â
>
> ________________________________
>
> From:HRM-Club@yahoogroups.com
> [mailto:HRM-Club@yahoogroups.com] On Behalf
> Of dennyhernadi@...
> Sent: Monday, September 03, 2012
> 9:36 AM
> To: HRM-Club@yahoogroups.com
> Subject: Re: [HRM-Club] Robohnya
> Sony, Panasonic, Sharp, Toshiba dan Sanyo
> Â
> Â
> Pak Sun,
>
> Apakah benar kejatuhan Japan Co karena usia top manajemennya tua-tua? Rasanya
> tulisan ini terlalu cepat mengambil keputusan. Kalau masalah konsensus, oke
> memang saya setuju. Tapi kalau masalah top manajemen dan senioritas apakah
> penyebab kejatuhan? Buktinya, banyak teknologi baru dulu diciptakan perusahaan
> elektronik tersebut. Sementara pada masa itu budaya senioritas sudah ada di
> Jepang.
>
> Kalau menurut saya, produk Jepang kendalanya adalah harga. Dengan teknologi
> yang sama dan ditambah kelebihan sedikit, produk China
> dan Korea
> dapat dijual lebih murah. Misalnya TV LED. Kasus Apple dan Samsung dapat
> dijadikan contoh. Sementara kalau membandingkan perusahaan Apple dan Sony ya
> tidak pas. Formatnya sudah lain.
>
> Ngomong-ngomong, budaya manajemen di Indonesia masih mirip dengan di
> Jepang dimana senioritas masih kental. Wah berarti beberapa tahun lagi, umur 40
> tahunan bisa menjadi usia pensiun, menggantikan usia 55 tahun. Hehehe
>
> Salam
>
> ________________________________
>
> From: "Sunawan"
> <sunawans@...>
> Sender: HRM-Club@yahoogroups.com
> Date: Mon,
> 03 Sep 2012 01:47:05 -0000
> To: <HRM-Club@yahoogroups.com>
> ReplyTo: HRM-Club@yahoogroups.com
> Subject: [HRM-Club]
> Robohnya Sony, Panasonic, Sharp, Toshiba dan Sanyo
> Â
> Â
> The Death of
> Samurai : Robohnya Sony, Panasonic, Sharp, Toshiba dan Sanyo
> Oleh: Yodhia Antariksa, Msc
>
> Hari-hari ini, langit diatas kota Tokyo terasa begitu
> kelabu. Ada
> kegetiran yang mencekam dibalik gedung-gedung raksasa yang menjulang disana.
> Industri elektronika mereka yang begitu digdaya 20 tahun silam, pelan-pelan
> memasuki lorong kegelapan yang terasa begitu perih.
>
> Bulan lalu, Sony diikuti Panasonic dan Sharp mengumumkan angka kerugian
> trilyunan rupiah. Harga-harga saham mereka roboh berkeping-keping. Sanyo bahkan
> harus rela menjual dirinya ke perusahaan China . Sharp berencana menutup
> divisi AC dan TV Aquos-nya. Sony dan Panasonic akan mem-PHK ribuan karyawan
> mereka. Dan Toshiba? Sebentar lagi divisi notebook-nya mungkin akan bangkrut
> (setelah produk televisi mereka juga mati).
>
> Adakah ini pertanda salam sayonara harus dikumandangkan? Mengapa kegagalan demi
> kegagalan terus menghujam industri elektronika raksasa Jepang itu? Di Senin
> pagi ini, kita akan coba menelisiknya.
>
> Serbuan Samsung dan LG itu mungkin terasa begitu telak. Di mata orang Jepang,
> kedua produk Korea
> itu tampak seperti predator yang telah meremuk-redamkan mereka di mana-mana. Di
> sisi lain, produk-produk elektronika dari China dan produk domestik dengan
> harga yang amat murah juga terus menggerus pasar produk Jepang. Lalu, dalam
> kategori digital gadgets, Apple telah membuat Sony tampak seperti robot yang
> bodoh dan tolol.
>
> What went wrong? Kenapa perusahaan-perusahaan top Jepang itu jadi seperti
> pecundang? Ada
> tiga faktor penyebab fundamental yang bisa kita petik sebagai pelajaran.
>
> Faktor 1 : Harmony Culture Error. Dalam era digital seperti saat ini, kecepatan
> adalah kunci. Speed in decision making. Speed in product development. Speed in
> product launch. Dan persis di titik vital ini, perusahaan Jepang termehek-mehek
> lantaran budaya mereka yang mengangungkan harmoni dan konsensus.
>
> Datanglah ke perusahaan Jepang, dan Anda pasti akan melihat kultur kerja yang
> sangat mementingkan konsensus. Top manajemen Jepang bisa rapat berminggu-minggu
> sekedar untuk menemukan konsensus mengenai produk apa yang akan diluncurkan.
> Dan begitu rapat mereka selesai, Samsung atau LG sudah keluar dengan produk
> baru, dan para senior manajer Jepang itu hanya bisa melongo.
>
> Budaya yang mementingkan konsensus membuat perusahaan-perusahaan Jepang lamban
> mengambil keputusan (dan dalam era digital ini artinya tragedi).
>
> Budaya yang menjaga harmoni juga membuat ide-ide kreatif yang radikal nyaris
> tidak pernah bisa mekar. Sebab mereka keburu mati : dijadikan tumbal demi
> menjaga "keindahan budaya harmoni". Ouch.
>
> Faktor 2 : Seniority Error. Dalam era digital, inovasi adalah oksigen. Inovasi
> adalah nafas yang terus mengalir. Sayangnya, budaya inovasi ini tidak
> kompatibel dengan budaya kerja yang mementingkan senioritas serta budaya
> sungkan pada atasan.
>
> Sialnya, nyaris semua perusahaan-perusahaan Jepang memelihara budaya
> senioritas. Datanglah ke perusahaan Jepang, dan hampir pasti Anda tidak akan
> menemukan Senior Managers dalam usia 30-an tahun. Never. Istilah Rising Stars
> dan Young Creative Guy adalah keanehan.
>
> Promosi di hampir semua perusahaan Jepang menggunakan metode urut kacang. Yang
> tua pasti didahulukan, no matter what. Dan ini dia : di perusahaan Jepang,
> loyalitas pasti akan sampai pensiun. Jadi terus bekerja di satu tempat sampai
> pensiun adalah kelaziman.
>
> Lalu apa artinya semua itu bagi inovasi ? Kematian dini. Ya, dalam budaya
> senioritas dan loyalitas permanen, benih-benih inovasi akan mudah layu, dan
> kemudian semaput. Masuk ICU lalu mati.
>
> Faktor 3 : Old Nation Error. Faktor terakhir ini mungkin ada kaitannya dengan
> faktor kedua. Dan juga dengan aspek demografi. Jepang adalah negeri yang menua.
> Maksudnya, lebih dari separo penduduk Jepang berusia diatas 50 tahun.
>
> Implikasinya : mayoritas Senior Manager di beragam perusahaan Jepang masuk
> dalam kategori itu. Kategori karyawan yang sudah menua.
>
> Disini hukum alam berlaku. Karyawan yang sudah menua, dan bertahun-tahun
> bekerja pada lingkungan yang sama, biasanya kurang peka dengan perubahan yang
> berlangsung cepat. Ada
> comfort zone yang bersemayam dalam raga manajer-manajer senior dan tua itu.
>
> Dan sekali lagi, apa artinya itu bagi nafas inovasi? Sama : nafas inovasi akan
> selalu berjalan dengan tersengal-sengal.
>
> Demikianlah, tiga faktor fundamental yang menjadi penyebab utama mengapa
> raksasa-raksasa elektronika Jepang limbung. Tanpa ada perubahan radikal pada
> tiga elemen diatas, masa depan Japan Co mungkin akan selalu berada dalam
> bayang-bayang kematian.
> Â
>
Untuk bertanya, berdiskusi atau komentar di milis silahkan ajukan ke email:
HRM-Club@yahoogroups.com
Utk Join milis ini dan menjadi member silahkan kirim Email ke :
HRM-Club-subscribe@yahoogroups.com
Utk menghindari inbox penuh kirim email ke:
HRM-Club-digest@yahoogroups.com
UNTUK PROGRAM KONSULTASI & INHOUSE:
Untuk Konsultasi & Inhouse training silahkan hubungi HP 0817 994 0224
Program-program HRM:
1. Training:
Public House - Harga member
Inhouse - Harga member
2. Konsultasi - Harga Member
3. Recruitment service / search executive - Harga Member
LOW PRICE, HIGH QUALITY & EASY TO APPLICATION
HRM CLUB - HRM SCHOOL - HRM INDONESIA
HUBUNGI BPK SUNAWAN DI 0817 994 0224
Lihat Web
http://www.hrm-indonesia.com/
SLOGAN : HRM MEMANG BEDA
----
MILIS INI ADALAH MILIS SERIUS DLM SHARING, BUKAN SEKEDAR KONKOW, GUYONAN, KAMI BEDA DGN MILIS LAIN
KAMI AKAN HILANGKAN DISKUSI YANG ISINYA KONKOW, GUYONAN.
KARENA POSITIONING KAMI ADALAH MILIS SERIUS
----
Member Milis: 15.000 orang lebih dan hampir 10.000 orang aktif mengikuti milis, member tersebut terdiri HR Director, HR Manager, Asst. Manager & HR SPv, akademisi & HR Consultant, bahkan CEO Perusahaan sehingga diskusinya berbobot dan bergizi.
Saat ini HRM sering diminta untuk membantu membenahi sistem HR & Organsasi sampai bisa diaplikasikan dilapangan. Saat ini kami menangani rata-rata 3-4 perusahaan dalam sebulan untuk praktek pendampingan
Bila anda punya kemampuan dalam bidang training & konsultasi HR, mempunyai jiwa pengabdian & tidak terlalu komersial, & ingin bergabung dengan Team HRM Club.
silahkan kirim CV anda ke: teamhrmclub@yahoo.com
subject: Bergabung dengan tim HRM Club
Sebutkan bidang keahlian anda
Pengelola
Bila email yahoo anda bouncing yakni tdk bisa menerima email lagi, silahkan kunjungi web:
http://groups.yahoo.com/unbounce
0 comments:
Post a Comment