Dear All,
Dalam beberapa kasus ada perusahaan-perusahaan yang mengurangi atau menurunkan gaji/upah karyawannya. Pertanyaannya adalah "apakah boleh gaji/upah karyawan yang telah diberikan diturunkan/ditarik kembali?"
Beberapa praktisi beranggapan bahwa upah tidak boleh diturunkan/dikurangi karena berpegang pada konteks secara harfiah/eksplisit dalam Ps. 17 KEPMENAKER No. 1 Thn 1999 yang menyebutkan bahwa "Pengusaha yang telah memberikan upah yang lebih tinggi daripada upah minimum yang berlaku, dilarang menurunkan/mengurangi upah." Namun dalam konteks pasal tersebut ada makna implisitnya yang harus dicermati, yaitu tidak boleh menurunkan upah lebih kecil daripada upah minimum yang berlaku. Jika berpegang pada makna tersebut maka bisa diartikan bahwa upah bisa saja turun selama ada dasarnya. Apakah yang mendasari upah dapat diturunkan/dikurangi?
1. Dasar filosofis atau kondisi sebab - akibat
Unsur utama hubungan industrial adalah adanya pekerjaan, adanya perintah kerja dan adanya upah. Adanya karyawan yg bekerja / berproduksi / KINERJA dan adanya pengusaha yg memberi upah / gaji. Realita bahwa "KINERJA KARYAWAN" adalah dinamis bisa naik dan/atau turun baik karena faktor lain atau faktor yang disebabkan oleh karyawan sendiri. Idealnya, adanya keseimbangan dinamika antara kinerja dan upah karyawan. Jadi dengan alasan keseimbangan, keadilan, dan menciptakan suasana kompetisi yg sehat, dapat diartikan bahwa "UPAH KARYAWAN JUGA BISA TURUN atau NAIK. Dalam arti kata: Reward dan Punisment.
2. Alasan aturan
Sebagaimana diutarakan pada Ps. 17 KEPMENAKER No. 1 Thn 1999 adalah dalam konteks UPAH MINIMUM. Dalam konteks lain, ada pemahaman/anjuran dari Menaker yang dituangkan dalam SE-907/MEN/PHI-PPHI/X/2004 untuk alasan survival dan mencegah PHK massal anjuran pertama adalah "Mengurangi upah dan fasilitas pekerja tingkat atas, misalnya tingkat Manajer dan Direktur ; Kalimat ini dengan tegas memperbolehkan upah untuk diturunkan (Apapun levelnya, tetap statusnya adalah karyawan). Jika melihat pada konteks ini, artinya ada prosedur-prosedur yang harus dilakukan oleh perusahaan yang dijadikan dasar menarik/menurunkan upah. Alasan-alasan yang digunakan pun harus sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Aspek lain yang perlu diperhatikan adalah pengertian tentang upah. Pada Ps. 1 PP No. 08 Thn 1981 Ttg Perlindungan Upah dijelaskan bahwa Upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari Pengusaha kepada buruh untuk sesuatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut suatu persetujuan, atau peraturan perundang-undangan, dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dengan buruh, termasuk tunjangan baik untuk buruh sendiri maupun keluarganya. Kemudian dijelaskan pada Ps. 54 (1) UU No. 13/2003 Ttg Ketenagakerjaan bahwa upah adalah bagian dari perjanjian kerja.
Perjanjian kerja adalah salah satu produk hukum yang sah. Syarat sahnya perjanjian secara umum diatur dalam Pasal 1320 BW (KUHPerdata) adalah:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu hal tertentu;������
4. Suatu sebab/kausa yang halal/legal.
Dari syarat-syarat yang ada dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian, yaitu Syarat Subyektif serta Syarat Obyektif. Kesepakatan serta Kecakapan merupakan syarat Subyektif, sehingga jika hal ini tidak dipenuhi maka perjanjian yang telah dibuat dapat dibatalkan. Sedangkan asas "Suatu hal tertentu" serta "Sebab yang halal" merupakan syarat obyektif, jika hal ini tidak dipenuhi maka perjanjian yang telah dibuat dapat dimintakan batal atau batal demi hukum.
Aspek berikut yang perlu dipahami adalah pengertian dari "Perjanjian". Perjanjian diatur dalam pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata), yaitu "suatu perbuatan yang mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih". Berbeda dengan perikatan yang merupakan suatu hubungan hukum, perjanjian merupakan suatu perbuatan hukum. Perbuatan hukum itulah yang menimbulkan adanya hubungan hukum Perikatan, sehingga dapat dikatakan bahwa perjanjian merupakan sumber perikatan.
Perikatan adalah suatu hubungan hukum diantara dua orang atau dua pihak, dimana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain dan pihak yang lainnya itu berkewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pihak yang berhak menuntut dinamakan kreditur (si berpiutang), sedangkan pihak lainnya yang berkewajiban memenuhi tuntutan itu dinamakan debitur (si berhutang).
Suatu perikatan bisa timbul baik karena perjanjian maupun karena Undang-Undang (UU). Dalam suatu perjanjian, para pihak yang menandatanganinya sengaja menghendaki adanya hubungan hukum diantara mereka menghendaki adanya perikatan. Motivasi tindakan para pihak adalah untuk memperoleh seperangkat hak dan kewajiban yang akan mengatur hubungan mereka, sehingga inisiatif munculnya hak dan kewajiban perikatan itu ada pada mereka sendiri. Beda halnya dengan perikatan yang bersumber pada UU, dimana hak dan kewajiban yang muncul bukan merupakan motivasi para pihak melainkan karena UU yang mengaturnya demikian. Dalam hal ini, perjanjian kerja dapat dikategorikan sebagai perjanjian yang lahir karena motivasi para pihak. Kenapa demikian? Karena perjanjian kerja tersebut dilakukan karena ada keinginan dari para pihak (pengusaha/perusahaan/majikan dan karyawan/pekerja) untuk mengikatkan diri dalam hubungan hukum. Perjanjian dapat diubah sepanjang adanya kesepakatan para pihak dalam perjanjian tersebut.
Merujuk kembali pada Ps. 54 ayat 1 UU No. 13 Thn 2003 tersebut, yang mengatakan bahwa upah adalah salah satu komponen dalam perjanjian kerja, apabila kita memandang aspek dari pengertian perjanjian sebagaimana dijelaskan diatas, maka perjanjian dapat diubah apabila ada kesepakatan antara para pihak yang bersangkutan. Jadi, upah yang menjadi salah satu klausul dalam sebuah perjanjian bisa saja diturunkan/dikurangi sepanjang memang ada kesepakatan dari pihak perusahaan/pengusaha dan pihak karyawan.
Secara aturan, tidak ada aturan yang jelas dan tegas yang melarang upah diturunkan/dikurangi. Namun, ada dasar-dasar hukum sah syarat-syarat yang harus diberikan dijelaskan oleh pihak perusahaan/pengusaha/majikan apabila kebijakan tersebut harus terpaksa dilakukan.
Regards,
=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=
Arnold Dharmawan Arsad, SH
Personnel Assist. Manager
PT SANYO Energy Batam
Jl. Beringin Lot 11, Batamindo Industrial Park
Muka Kuning, Batam 29433
Kep. Riau, Indonesia
Tel. +62-770-611321 Ext. 151
Fax. +62-770-611348
arnold.dharmawan@id.panasonic.com
=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=
0 comments:
Post a Comment